Minggu, 31 Oktober 2010

Merapi Kembali Menunjukan Kehebatannya

Suatu sore pada hari Selasa tepanya tanggal 26 Oktober 2010, tidak berbeda dengan hari-hari sebelumnya sampai merapi memuntahkan awan panas dari perutnya. Memang beberapa hari sebelumnya aktifitas gunung merapi yang berada di perbatasan Jogja dan jawa Tengah itu mengalami peningkatan, dan statusnya pun naik menjadi waspada. Tanda-tanda merapi akan kembali bergejolak pun sebenarnya sudah banyak dirasakan, seperti banyak satwa-satwa yang hidup di lereng merapi berbondong-bondong turun dari puncak. Pemerintah pun sudah bersiap untuk mengungsikan warga disekitar lereng gunung merapi.

Merapi mengeluarka awan panasnya atau biasa disebut wedus gembel sekiar pukul 5 sore. Wedus gemel iu mampu meluluhlantahkan pemukiman dilereng merapi termasuk tempat tinggal juru kunci merapi yang sangat terkenal yaitu mbah Maridjan. Tidak hanya sangjuru kunci yang menjadi korban keganasan si wedus gembel, ada beberapa orang lain yang juga menjadi korban. Kematian sang juru kunci merapi menjadi pembicaraan banyak orang dan pemberitaan di berbagai media. Banyak opini yang munul dikalangan masyarakat mulai, ada yang menyesalkan keputusan mbah Maridjan yang tak mau ikut mengungsi bersama warga yang lain, tapi banyak pula yang salut dengan kesetiaan si-Embah dalam menjalankan tugasnya dan pada akhirnya memunculkan pertanyaan siapa yang akan menggantikan tugas mbah Maridjan.
Sebenarnya saya kurang begitu paham apa tugas dan seperti apa pekerjaan menjadi seroang juru kunci, apalagi jur kunci merapi. Yang saya tahu seorang juru kunci adalahpekerjaan membuat kunci duplikat bagi orang-orang yang lupa menaruh kuncinya seperti saya. Tapi ternyata yang dimaksud bukan itu. Menurut seroang peninta alam yang dikutip dari detik.com (30/10/2010) menjelaskan bahwa tugas seorang kuncen (juru kunci) seperti mbah Maridjan adalah untuk memberi petunjuk bagi orang-orang yang ingin mendaki gunung, misal tentang jalur pendakian, cara penyelamatan, dan larangan-larangan selama pendakian. Seorang juru kunci menjaga gunung dengan cara menerawang dari pengalaman atau 'ilmu titen', dan menggabungkannya dengan firasatnya yang telah terlatih sebagai warga Merapi sejak kecil. Jadi orang yang menjaga gunung merapi adalah orang yang dari keil tinggal dan besar di gunung tersebut sehingga sudah mengerti (hafal) gejala-gejala gunung tersebut. Selain iut tugas utama kuncen merapi adalah memberi informasi kepada penduduk sekitar bila ada aktifitas Merapi yang dirasa membahayakan.

Dan mengenai mbah marijan, kuncen merapi yang sudah hampir dikenal orang seluruh Indonesia itu, aku pribadi punya pengalaman yang mungkin gak pernah bisa aku lupakan. Suatu pengalaman yang luar biasa bagi ku pribadi sempat bertemu langsung dengan si-Embah dan berbincang dengan beliau walaupun cuma sebentar. Kesempatan itu aku peroleh ketika meliput acara Labuhan Merapi yang biasa digelar tiap tahunnya di halaman rumah Mbah Maridjan.

Labuhan Merapi yang merupakan upacara adat yang diadakan setiap 30 Rajab (kalender Jawa). Rangkaian upacara adat ini akan dilangsungkan di rumah juru kunci Gunung Merapi Ki Surakso Hargo atau Mbah Marijan di dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan, Cangkringan, Kabupaten Sleman. Berdasarkan legenda pelaksanaan labuhan Merapi berkaitan erat dengan latar belakang sejarah Kyai Sapu Jagad, Empu Rama, Empu Ramadi, Krincing Wesi, Branjang Kawat, Sapu Angin, Mbah Lembang Sari, Mbah Nyai Gadhung Wikarti dan Kyai Megantoro yang semuanya penguasa di Gunung Merapi. Prosesi Labuhan Gunung Merapi diawalidengan "srah-srahan ubarampe" secara simbolis dari Kraton Ngayogyakarta oleh utusan Ngarsa Dalem Sri Sultan HB X kepada Camat Cangkringan kemudian dilanjutkan dengan penyerahan kepada juru kunci Gunung Merapi Ki Surakso Hargo. Kemudian dilanjutkan Kirab Budaya oleh prajurit Gandungarum dari Kaliadem, Dusun Ngrangkah menuju rumah juru kunci Gunung Merapi Ki Surakso Hargo dan pada malam harinya dilaksanakan kenduri wilujengan di rumah juru kunci dilanjutkan dengan macapatan oleh paguyuban Sekar Cangkring Manunggal. "Kemudian hari berikutnya pukul 06.00 WIB dilakukan acara resmi Labuhan Merapi yang diawali kirab prajurit yang membawa `uba rampe` diiringi keluarga juru kunci, abdi dalem dan utusan Kraton dari rumah juru kunci menuju ke Kendit 2 dilanjutkan dengan doa-doa. Acara tersebut merupakan acara besar yang dilaksanakan tiap tahunnya dan menyedot banyak wisatawan baik domestik maupun wisatawan asing.

Bagiku mengikuti acara tersebut merupakan pengalaman yang luar biasa, apalagi pada saat itu status ku sebagai seorang wartawan bersama teman2 magang lainnya, jadi bebas bertanya pada siapa saja. Acaranya berlangsung 2 hari jadi sampai malam pun suasana di kediaman Mbah Maridjan masih rame. Ide gila muncul di otak temenku, dia ingin sekali berfoto bersama si embah, padahal mbah saat itu gak pernah kluar kamar. Si embah baru keluar kamar untuk solat di masjid depan rumahnya. Jadi kami merencanakan akan mencegat si embah setelah solat magrib. Kami pun menunggu sampai solat magrib stelah itu kita bergegas mengikuti mbah marijan. Tepat sebelum si embah masuk kamarnya kami meneur si embah dan langsung mengutarakan maksud kami yang ingin berfoto bersama embah. Tapi si embah ternyata cuma bilang begini :"Simbah mboten foto nduk", sambil tersenyum ramah. Kami pun menjawab; "oh ngaten mbah, nggih sampun". Mbah Maridjan mengangguk sambil tersenyum ramah, kemudian masuk kembali ke kamarnya. Kami cuma bisa melongo dan kemudian aku dan temenku hanya bisa tertawa. Itulah sedikit kenangan bersama mbah Maridjan. Akan slalu ku ingat peristiwa itu

Berpose di puncak merapi, dengan latar belakang Gunugn Sindoro Sumbing


Tiga wanita tangguh di puncak Garuda (capek....)



tim ekpedisi merapi 2009, too swee to forget









Tidak ada komentar:

Posting Komentar